romantis

Unwanted Wife – Chapter 2 (Selamat datang di Neraka!)

Unwanted Wife

jangan Baper yaa.. eaaa.. wakakkakakakkakak

Darren tersenyum sinis. “Mengerti? Apa Om Roy mengerti apa yang saya rasakan? Apa Om Roy mengeri apa keinginan saya? Om Roy dan Karin terlalu egois dalam hal ini.”

“Maaf, Darren, saya hanya berusaha membahagiakan puteri saya.”

“Oke. Dan saya jamin, Om Roy tidak akan mendapatkan hal itu! Saya tidak akan membahagiakannya.”

Dengan kesal Darren keluar begitu saja dari dalam ruangan lelaki paruh baya tersebut kemudian membanting pintu di belakangnya keras-keras tanpa menjaga kesopanannya pada ayah mertuanya tersebut. Ia sangat kesal, teramat sangat kesal. Bagaimana mungkin di dunia ini ada orang yang sangat egois seperti Karina dan ayahnya?

***

Chapter 2

-Selamat datang di Neraka-

 

Setelah keluar dari kantor ayah mertuanya, Darren lantas menuju ke sebuah kafe untuk bertemu dengan seseoran. Siapa lagi jika bukan Nadine, kekasih hatinya. Wanita yang begitu ia cintai. Nadine datang dan seketika itu juga wanita itu menghambur dalam pelukannya.

“Bagaimana kabarmu?” pertanyaan Darren di ucapkan dengan nada penuh perhatian.

“Baik, kamu sendiri?” Nadine bertanya balik.

“Kacau.” Hanya itu jawaban Darren dan itu membuat Nadine tersenyum.

“Sudah makan siang?” tanya Nadine penuh perhatian sambil duduk berhadapan dengan Darren.

“Belum.”

“Kenapa?”

“Aku baru saja menemui Om Roy.”

“Oh ya? Untuk apa?”

“Untuk menagih janjinya. Sialan! Pria tua itu banyak sekali alasannya.”

“Lalu, apa yang kamu dapat?”

Darren hanya menggelengkan kepalanya. “Aku minta maaf, aku belum bisa membuat hubungan kita menjadi nyata.” Darren menggenggam erat telapak tangan Nadine.

Nadine tersenyum lembut. “Tenang saja, aku cukup bahagia walau hanya seperti ini. Asalkan hati kamu tidak berubah.”

“Nadine, kamu hanya perlu percaya, mana mungkin hatiku berubah ketika aku sudah sangat lama memendam cinta terhadapmu?”

“Ya, aku percaya, sayang.” Nadine mengusap lembut pipi Darren. “Ayo, sekarang kita pesan makan siang.”

Darren tersenyum dan menganggukkan keplanya. Ya, begini saja sementara mungkin sudah cukup. Yang terpenting adalah tidak ada yang mengganggu hubungan antara mereka berdua. Pikir Darren dalam hati.

***

Sore itu Karina sedang sibuk menyiapkan sup untuk ayah mertuanya. Om Tony, Ayah Darren memang sudah pulang dari rumah sakit sejak sebelum ia menikah dengan Darren, tapi Om Tony masih lemah, hingga harus istirahat total di dalam kamarnya. Kini, Karina ingin membuatkan sup untuk sang ayah mertua, bukan untuk mencari muka, tapi karena memang Karina merasa memiliki kewajiban merawat ayah mertuanya tersebut.

“Sedang apa?” suara seorang wanita membuat Karina membalikkan tubuhnya. Di sana ia melihat Tante Sarah, Ibunda dari Darren, ibu mertuanya.

“Oh, ini Ma, mau bikinin papa sup ayam bawang.” Tante Sarah hanya mengangkat sebelah alisnya.

Sarah memang tidak terlihat suka dengan Karina, tapi wanita itu juga tidak terlihat membenci Karina. Keluarga mereka sebelumnya memang sangat dekat, tapi kenyataan jika ayah Karina memanfaatkan keadaan seperti ini membuat keluarga Darren sedikit menjaga jarak dengan keluarga Karina.

“Kamu bisa bikin sup?”

Karina mengangguk pelan. “Di rumah saya sering masak.”

“Benarkah? Saya tidak tahu hal itu.”

Karina hanya tersenyum lembut sembari mengaduk sup di hadapannya.

“Kenapa kamu lakukan ini, Karin?” Karina menghentikan pergerakannya ketika pertanyaan itu keluar dari bibir Sarah. “Kamu adalah gadis baik yang pernah saya kenal, tapi dengan kejadian ini, pandangan saya berubah terhadap kamu, kenapa kamu melakukan ini?”

Karina hanya menundukkan kepalanya. “Maaf.”

“Bukan kata maaf yang saya inginkan, sayang. Kamu tahu kalau apa yang kamu lakukan ini menyakiti semuanya? Kamu juga terlihat sakit karena hal ini.”

Karina masih menunduk dan hanya mampu diam. Matanya sudah berkaca-kaca, jika boleh jujur, ia memang merasakan rasa sakit. Rasa sakit ketika mendapat penolakan secara terang-terangan dari Darren. Rasa sakit saat lelaki itu tidak berhenti memohon untuk menghentikan pernikan mereka, rasa sakit saat lelaki itu kini berubah menjadi dingin dan datar padanya, inikah yang ia inginkan?

***

Karina masih tidak bisa melupakan perkataan tante Sarah meski kini dirinya sudah berada di hadapan ayah mertuanya. Om Tony juga tampak berbeda terhadapnya, jika dulu lelaki paruh baya itu selalu tersenyum ramah terhadapnya, maka kini sedikit berbeda. Lelaki itu masih tersenyum, tapi sedikit menyiratkan rasa kekecewan terhadapnya.

Karina meletakkan nampan berisi sup buatannya di meja sebelah ranjang yang di tiduri Om Tony, di susul dengan tante Sarah yang kini sudah duduk di pinggiran ranjang.

“Makan sup dulu ya, Karin yang buat supnya.” ucap Sarah dengan penuh perhatian.

“Kamu masak buat saya?” pertanyaan yang di tanyakan Om Tony tersebut terarah pada Karina.

Karina hanya mengangguk pelan. Pikirannya masih penuh dengan berbaagaimacam pikiran aneh yang sejak tadi mengganggunya.

“Terimakasih.” Om Tony mengucapkan kalimat tersebut sebelum ia memposisikan dirinya setengah duduk dan mulai menyantap sup buatan Karina dengan lahap. Karina tersenyum menatap pemandangan tersebut. Om Tony dan Tante Sarah mungkin sangat kecewa terhadap ia dan keluarganya, tapi setidaknya mereka tidak membencinya. Apa ini setimpal dengan apa yang ia dapatkan?

Tak mau mengganggu kebersamaan kedua mertuanya, Karina akhirnya memilih permisi meninggalkan keduanya. Ketika menutup pintu kamar mertuanya tersebut, Karina di kejutkan oleh kedatangan Evan, Kakak iparnya yang berediri tepat di hadapannya.

“Kak Evan membuatku kaget.”

Evan tertawa lebar. “Kaget kenapa? Kamu kayak maling mengendap-endap gitu.”

“Aku tidak mengendap-endap, aku hanya berusaha tidak bersuara.”

“Sama saja, tahu!”  Evan kemdian melirik jam tangannya. “Jam tujuh nanti aku mau ketemuan sama Dirga, kamu nggak ikut?” tanya Evan.

Karina menggelengkan kepalanya. “Aku di rumah saja, Darren belum pulang juga soalnya.”

“Oke, kalau gitu, apa kamu titip sesuatu sama Dirga? Pesan mungkin?”

Karina tersenyum lembut. “Titip salam saja, bilangin jangan lupa beresin kamarnya yang super berantakan itu.” Karina terkikik geli ketika mengingat betapa joroknya sang kakak, pun dengan Evan yang ikut tertawa mendengar pesan dari Karina untuk kakaknya.

“Oke, aku akan sampaikan.” Dengan spontan Evan mengacak poni Karina penuh dengan kelembutan. Pada saat bersamaan Darren melewati keduanya. Mata lelaki itu menyipit ke arah Karina dan juga Evan.

“Hai, sudah pulang?” sapa Karina, tapi Darren seakaan tidak mengindahkan sapaanya, lelaki itu memilih berjalan tanpa ekpresi menaiki tangga menuju ke arah kamarnya. Karina hanya menatap punggung itu yang semakin menjauh. Kemudian ia menatap ke arah Evan.

“Uum, aku ke atas dulu, ya kak?”

Evan tersenyum lembut kemudian menganggukkan kepalanya. Dan Karina memilih berjalan cepat menyusul Darren ke kamar lelaki tersebut.

***

Cukup lama Karina menunggu Darren hingga lelaki tersebut keluar dari dalam kamar mandi dengan wajah yang lebih segar dari sebelumnya. Karina kembali terpesona dengan ketampanan yang terpahat sempurna pada wajah lelaki tersebut.

Dengan gugup, Karina meremas kedua telapak tangannya, ia berdiri dan memberanikan diri bertanya pada Darren.

“Ada yang kamu inginkan?” tantanya lembut.

Darren kembali tidak mengindahkan pertanyaan Karina, ia memilih menyibukkan diri dengan pakaian gantinya.

“Mau kubuatkan makan malam?” Karina masih mencoba bertanya tapi Darren seakan terlalu malas menanggapi pertanyaan Karina.

Karina kemudian berdiri dan berjalan menuju ke arah Darren yang masih memunggunginya menghadap ke arah lemari pakaiannya. Jemari rapuh Karinya terulur hendak menepuk lembut pundak Darren, tapi kemudian secepat kilat pergelangan tangannya di sambar oleh Darren, Darren mencengkeramnya erat lalu menghempaskan tubuh Karina ke lemari pakaiannya dan menghimpitnya di sana.

“Jangan coba-coba menyentuhku.” geramnya.

“Aku hanya mau bertanya, ada yang bisa ku bantu?”

Darren tersenyum sinis, “Kamu mau membantu? Jika iya maka keluar dari hidupku, itu sudah sangat membantuku.”

Mata Karina berkaca-kaca. “Maaf.” Kata itu lagi yang terucap dari bibirnya.

“Maaf katamu? Kamu sudah mengacaukan semuanya dan yang kamu lakukan hanya minta maaf?!” Darren kembali berteriak penuh dengan kekesalan.

“Aku memang salah.”  Karina mulai menangis, tapi itu tidak membuat Darren iba dan mengurangi kekejamannya.

Darren mundur beberapa langkah kemudian menatap Karina dengan tatapan merendahkan.

“Buka bajumu!”perintah itu meluncur begitu saja dari bibir Darren, dan itu membuat mata Karina terbelalak seketika.

“Apa?”

“Kubilang buka bajumu.”

“Ta- tapi.”

“Buka atau aku yang akan merobeknya.” Darren menggeram sambil menggertakkan giginya.

Dengan sangat malu, Karina mulai melucuti pakaian yang di kenakannya sendiri satu persatu, ia merasa sangat malu, ia tidak pernah di lecehkan seperti ini sebelumnya, apalagi dengan lelaki yang sangat di cintainya, bagaimana mungkin Darren berubah seratus delapan puluh serajat seperti sekarang ini?

Karina baru sadar jika dirinya baru saja membuka helai terakhir kain yang di kenakannya. Kini dirinya sedang berdiri telanjang bulat di bawah tatapan melecehkan yang di lemparkan Darren padanya.

Darren kemudian menyeret tubuh Karina lalu mendorongnya hingga jatuk di atas ranjang.

“Kamu ingin bahagia? Maaf, kamu salah orang. Aku tidak akan memberikanmu kebahagiaan.”

Darren membuka juba mandi yang tadi masih ia kenakan hingga kini dirinya sudah berdiri telanjang bulat, sama dengan Karina. Bukti gairah lelaki itu terpampang jelas, hingga membuat pipi Karina memerah ketika menatapnya.

Dengan kasar Darren memposisikan dirinya untuk menyatu dengan tubuh Karina.

“Rasa sakit, aku hanya akan memberimu rasa sakit, Karin, hingga aku yakin suatu saat nanti kamu memohon supaya aku meninggalkanmu.”

Darren mulai mendesak, dan Karina mulai meringis kesakitan. Lelaki itu memaksa masuk tanpa melakukan pemanasan apapun dan itu membuat Karina merasakan sakit yang amat sangat.

“Jangan di teruskan.” Pintanya sembari mendorong tubuh Darren menjauh.

Kemudian tangan Darren menyambar kedua pergelangan tangan Karina, lalu memenjarakannya di atas kepala wanita tersebut.

“Kenapa? Sakit? Kamu tahu bahwa ini juga yang sedang kurasakan ketika aku menikahimu, aku juga sakit, sialan! Aku sakit ketika melihat wanita yang kucintai menangis melihat pernikahan sialanku!”

Darren mendesak lagi, dan Karina mulai merintih kesakitan. Bibirnya kemudian di bungkam oleh Darren, bukan dengan bibir lelaki tersebut, tadi dengan sebelah tangan lelaki tersebut, sedangkan sebelah tangannya lagi sibuk memenjarakan pergelangan tangan Karina.

Karina meronta di bawah kuasa Darren. Tubuhnya terlalu kurus dan lemah untuk melawan lelaki berotot di atasnya tersebut. Tanpa aba-aba, Darren menghujam semakin keras hingga mampu menyatu sepenuhnya dengan tubuh Karina.

Karina meronta, menangis dengan kekejaman yang di lakukan Darren terhadapnya. Ia masih tidak menyangka, Darren, sahabat yang sangat ia cintai kini berubah menjadi monster di hadapannya.

“Selamat datang di neraka!” bisik Darren sebelum menghujam lagi dan lagi untuk mencari kepuasannya sendiri tanpa menghiraukan Karina yang mulai menangis menjadi dengan menahan nyeri yang begitu terasa di tubuh dan juga hatinya.

***

Karina kembali bangun kesiangan. Kali ini bahkan sampai jam setengah sembilan, dan ia baru bangun. Tubuhnya benar-benar terasa remuk karena perlakuan Darren semalam bahkan sampai menjelang pagi.

Ini sudah lebih dari dua minggu setelah Darren merenggut apa yang di miliki Karina dengan sangat kejam. Dan sejak saat itu, lelaki itu sekan tidak mau berhenti menyentuh Karina dengan kasar. Karina tentu tahu alasannya, apa lagi jika bukan membuat Karina menyerah dan ingin berpisah dari Darren. Tapi Darren salah, sekasar apapun lelaki itu terhadapnya, Karina akan berusaha sesabar mungkin menghadapinya.

Karina bangun kemudia merasa sekujur tubuhnya ngilu, bahkan ada beberapa bagian yang terasa pedih. Ia melirik ke arah pundaknya yang di sana sudah terlihat memar-memar bekas cengkeraman keras dari Darren.

Lelaki itu benar-benar sangat kasar. Tidak pernah melakukan pemanasan hingga selalu membuat Karina kesakitan. Karina bahkan sama sekali tidak pernah merasakan kenikmatan surgawi yang tertulis di novel-novel romantis yang pernah ia baca.

Karina bangkit dan sedikit terhuyung ketika mendapati tubuhnya semakin remuk saat ia bangun. Seperti biasa, Darren sudah tidak berada di dalam kamar mereka, lelaki itu selalu berangkat pagi bahkan sebelum Karina bangun.

Akhirnya, dengan tertatih Karina menuju ke arah kamar mandi, tempat dimana dirinya bisa menangis sepuasnya. Tapi ketika ia sampai di depan pintu kamar mandi, pintu tersebut terbuka dari dalam dan menampilkan sosok tampan yang kini menjadi sosok yang menakutkan bagi Karina, ya, siapa lagi jika bukan Darren, suaminya.

Kenapa lelaki itu masih di rumah? Pikir Karina yang kemudian hanya bisa menundukkan kepalanya.

Darren sendiri hanya berdiri dengan tatapan penuh keangkuhan. Ia sudah tampak segar karena baru selesai mandi. Ini adalah hari minggu jadi dirinya tidak perlu bangun pagi untuk ke kantor. Tatapan Darren menelusuri tubuh kurus di hadapannya yang tampak sangat berantakan.

Rambut wanita itu masih berantakan, kulit pundaknya yang putih pucat terpampang jelas karena wanita itu hanya mengenakan selimut untuk membalut tubuh telanjangnya.

“Masih bertahan, Eh?” Darren bertanya dengan sinis tanpa mempedulikan ekspresi sendu pada wajah wanita di hadapannya tersebut.

“Aku mau mandi.” Lirih Karina dengan suara seraknya.

“Aku belum selesai.” Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Darren lantas menyambar pergelangan tangan Karina, menyeret Karina masuk ke dalam kamar mandi, mengunci diri mereka berdua di dalamnya.

Dengan kasar Darren menyambar selimut yang sejak tadi membalut tubuh ringkih di hadapannya lalu terpampang jelas di hadapannya tubuh sang istri yang lebih kurus dari sebelumnya.

“Apa aku sudah menyiksamu?”

Karina menggeleng pelan.

“Jadi kamu masih belum mau menyerah?”

Lagi-lagi Karina menggelengkan kepalanya. Secepat kilat Darren mendorong tubuh Karina, membaliknya hingga menatap ke dinding, kemudian mengangkat sebelah kali wanita tersebut, dan tanpa aba-aba ia kembali menenggelamkan diri dalam balutan sutra nan lembut dari tubuh istrinya tersebut.

Karina mengerang, seperti biasa, ia merasakan nyeri karena Darren tidak melakukan pemanasan apapun. Sedangkan Darren sendiri seperti sudah tidak peduli dengan apa yang di rasakan Karina. Ia terlalu muak dengan wanita itu, dengan wajah sok polos yang selalu di tampilkan wanita itu, padahal ia tahu jika hati wanita itu sangat licik.

Darren mengujam lagi dan lagi. Matanya menelusuri sepanjang punggung belakang Karina yang terpampang jelas di hadapannya. Wanita itu sangat kurus dan kulitnya begitu pucat. Beberapa berwarna merah kebiruan yang ia yakini semua itu karena ulahnya.

“Semua ini karenaku?” tanpa sadar Darren menanyakan kalimat tersebut. Karina tidak bersuara. Ia masih sibuk dengan ras sakit yang bersumber dari tubuh Darren.

Darren menghentikan pergerakannya, jemarinya menelusuri beberapa warna merah kebiruan yang ada pada pundak dan pinggang Karina.

“Aku menyayangimu, Karin, aku menyayangimu karena kamu sahabat terbaikku, tapi kenapa kamu membuatnya menjadi sulit? Aku tidak ingin menyakitimu, tapi kamu sendiri yang secara tidak langsung memaksaku menyakitimu. Dan maaf, aku tidak bisa berhenti menyakitimu.”

Darren bergerak kembali dan Karina kembali menangis. Menangis karena ia sadar jika ia sudah kehilangan sosok Darren Pramudya, sahabat yang menyayanginya dan selalu ada untuknya. Kini sosok tersebut sudah berubah, sosok tersebut sangat membencinya, dan Karina tahu, jika semua itu karena keegoisannya untuk memiliki lelaki tersebut.

 

-TBC-

nantikan chapter 3 -Mulai mengganggu-.. ciyeee yang abis belah duren.. ciyee… wakakakkakakaak

9 thoughts on “Unwanted Wife – Chapter 2 (Selamat datang di Neraka!)”

  1. jahatnya daren….
    awas ntr klo udh jatuh cinta ditinggal ama karina baru tau rasa km… huhhh syebell…

    mbaeee jgn lama2 ya chapter selanjutnyaaa…
    hasekkk…hasekkk….

    Like

  2. huwaaaahhhhhhhh knp ini sangat menegangkan yaa , q sampe susah buat napas … alasan daren az tu nyakitin karin , sbner na dia udah mulai terbiasa mnyentuh karin maka na dia ga mo berhenti 😒.
    aduhhhhh evan keliatan banget sii ql dia ada rasa buat karin , q berharap dia bisa mnjadi malaikat pnlong buat karin dan bikin evan cemburu …
    karin sampe lupa dengan hari saking stres na dia.

    Like

  3. Sebenernya kasian karin, tapi karina juga egois, ga mikirin apa akibat dari ke-egoisanya -_- . Klo aku jadi dia, lebih milih jadi sahabat selamanya asal tetep si sayang dan berhubungan baik, dari pada memiliki raganya tapi dia di siksa :3

    Like

  4. Duh.. ko nyesek banget jadi karina, sumpah Darren jahat banget. Nadine juga nyebelin. (Adekkan jadi baper bacanya) #Plak
    Pasti Darren mencoba membuat karina hamil, setelah karina hamil dan melahirkan, darren bisa memiliki saham yg di janjikan oleh ayahnya karina melalui anaknya. (Author: Sotoy lo) wkwkwk..
    Aku gak nyangka dangkal banget yah persahabat mereka, semuanya egois gak ada yg mau ngalah atau berkorban..
    Sumpah keren banget ceritanya, lanjut baca ya thor..

    Like

  5. Mgknkah darren bisa mencintai karina??
    Kasian mrka berdua,
    Karin yg trllu mencintai darren dan darren yg terluka krna pernikahan ini…
    Aisss,, lanjuttt ..

    Like

  6. Cinta tdk brsambut emng mnykitkan,,,aplg smpe dprlkukan kasar sprti itu,,,ah qu jd gk tega…

    Itu konsekuensi yg hrus dtrima Karina krn trllu memaksakan diri utk bsa brsm org yg dicintainya wlw hrus mngsmpingkn rasa skitnya.

    Like

Leave a reply to Wakhyu Kurnia Cancel reply