romantis

Sweet in Passion – Chapter 3

fh1-copySweet in Passion

Im Sorry dear, kalo aku labil.. hahahhah Full House kini ganti judul menjadi Sweet in Passion. wakakkakakak gak tau lah, pengen ganti aja.. hahhahahah okay, happy reading..

Dengan cepat Randy mendorong tubuh Febby lalu menghimpitnya diantara dinding. Ia bahkan memenjarakan kedua tangan Febby dengan tangannya. Menempelkan seluruh tubuhnya pada tubuh Febby tak terkecuali tubuh bagian bawahnya yang kembali berdenyut saat melihat Febby.

“Itu menjadi urusanku, Kamu istriku.” Ucap Randy penuh penekanan.

Febby hanya mampu membulatkan matanya seketika. Ia tak menyangka jika Randy akan memperlakukannya seperti ini, berbicara seakan menunjukkan kepemilikan atas dirinya. Istri??? Yang benar saja.

***

Chapter 3

 

“Itu menjadi urusanku, kamu istriku.”

Mendengar itu, kekesalan Febby seakan sudah memuncak di kepalanya. Dengan spontan Febby menendang pangkal paha Randy dengan lututnya hingga membuat Randy berteriak sembari meringis kesakitan.

“Hei, apa yang kamu lakukan, sialan!!!”

“Istri? Sejak kapan kamu menganggapku sebagai istri? Dan ayolah, sejak kapan kamu peduli dengan apa yang sedang ku lakukan?”

“Jangan banyak bertanya, yang penting kita pulang sekarang juga.” Ucap Randy sambil kembali mencengkeram pergelangan tangan Febby.

“Aku tidak mau.” Febby menghempaskan cekalan tangan Randy, tapi Randy semakin mempererat cekalan tangannya.

“Dengar, apa kamu nggak takut kalau kamu kepergok wartawan saat jalan dengan pria lain?”

“Tidak, aku bukan artis jadi aku tidak perlu takut.”

“Tapi kamu istri seorang artis, kamu bisa membahayakan karirku.”

“Oh ya? Ku pikir karirmu memang sudah terancam hancur karena ulahmu sendiri.” Jawab Febby dengan nada menyindir.

“Sialan!! Pokoknya ayo ikut aku pulang.” Ucap Randy yang kali ini sudah menyeret paksa pergelangan tangan Febby. Sedangkan Febby hanya mampu mengikutinya, ia tak mungkin meronta-ronta dan di perhatikan banyak orang, sungguh memalukan.

***

Sampai di lobi, betapa terkejutnya Randy ketika mendapati seorang wartawan yang sibuk membenarkan kameranya. Ahh sial!! Itu pasti wartawan yang sudah sejak lama menguntitnya. Dan astaga, untung saja saat ini ia keluar bersama dengan Febby, Randy tak dapat membauyangkan jika saat ini ia keluar bersama dengan Marsela, mungkin itu akan menjadi berita skandal terpanas di negeri ini.

‘Seorang Aktor ternama yang sudah beristri keluar masuk hotel bersama selingkuhannya.’ Mungkin itu judul yang cocok untuk majalah-majalah jika saat ini ia kepergok sedang bersama dengan Marsela.

Randy kemudian tersenyum miring ketika sebuah ide terlintas di kepalanya. Tangannya yang tadi mencengkeram pergelangan tangan Febby kini berpindah merangkul pinggang Febby dan menggandengnya dengan mesra.

Febby sendiri yang menyadari perubahan tersebut dengan spontan menyikut perut Randy.

“Apa yang kamu lakukan?” Ucap Randy sambil kembali meringis kesakitan.

“Harusnya aku yang tanya, apa yang kamu lakukan?”

“Apa kamu nggak lihat di sana ada wartawan?” tanya Randy sambil menunjuk ke arah seorang yang sedang sibuk dengan kameranya.

“Aku nggak peduli.” Jawab Febby dengan ketus.

“Jangan kekanak-kanakan.”

“Apa tidak salah? Kamu lebih yang kekanakan.”

“Haishh perempuan ini, Diamlah!! Kita hanya akan melewatinya dengan tenang.”

Lalu Randy kembali menjalankan aksinya, menggandeng kembali pinggang Febby kemudian mengajaknya berjalan menuju ke arah wartawan tersebut.

Wartawan tersebut bernama Amar, Amar memang terkenal sebagai wartawan yang gigih. Dia selalu bisa membuktikan sebuah gosip menjadi Fakta dengan gambar-gambar yang di ambilnya. Dan Randy benar-benar membenci hal itu. Beberapa foto kebersamaannya dengan Marsela yang bocor ke publikpun kebanyakan dari wartawan sialan tersebut. Amar memang terlihat sedang mengincarnya dan juga Marsela.

“Halo, apa kabar?” sapa Randy dengan senyuman lebarnya.

Amar sendiri tampak terkejut dengan apa yang ada di hadapannya. Randy tampak ramah dari biasanya, dan lelaki itu kini sedang mengandeng mesra tubuh istrinya. Istrinya? Tunggu dulu, ada yang salah di sini.

“Ba.. Baik, bagaimana anda bisa…”

“Saya sedang makan siang bersama dengan istri saya yang cantik ini, anda sendiri sedang apa di sini?” tanya Randy memancing reaksi Amar.

“Loh, tapi bukannya tadi anda ke sini sendiri? Lalu tak lama Marsela juga masuk ke dalam hotel ini?”

“Hahahahha, jadi anda ke sini hanya untuk menguntit kemanapun saya berada? Ayolah, jangan bodoh. Hotel ini bukan hanya khusus buat saya atau Marsela, saya ke sini sendiri karena istri saya sudah menunggu saya makan siang di sini. Bukan begitu sayang?” kali ini Randy bertanya pada Febby.

Febby hanya menundukkan kepalanya, ia tak mungkin menjawab iya dan berbohong, tapi di sisi lain ia tak mungkin menjawab tidak.

“Lalu, bagaimana dengan Marsela?” tanya Amar yang masih berwajah bingung.

“Saya tidak tahu, kalau anda ingin tahu apa yang dia lakukan, silahkan menunggunya dan bertanya sendiri pada yang bersangkutan.” Jawab Randy dengan nada tajamnya. “Permisi, saya akan mengantar istri saya pulang dulu, dan sedikit pesan saya, jangan sekali-kali membuat gosip murahan dengan skandal-skandal yang jelas-jelas tak ada buktinya. Karena itu akan merusak keharmonisan keluarga kami, dan saya tidak akan tinggal diam karena masalah itu.” Lanjut Randy lagi dengan nada penuh penekanan.

Amar hanya menundukkan kepalanya. Wajahnya pucat pasi. Ia tak berani menatap ke arah Randy sedikitpun. Tapi dalam hati ia bersumpah jika dirinya akan membuktikan bahwa memang benar ada skandal antara Randy dan Marsela.

***

Di dalam mobil..

Randy melirik ke arah Febby yang sedikit tersenyum sinis padanya.

“Kenapa?” tanya Randy sembali mulai menjalankan mobil yang di kendarainya.

“Enggak, aku hanyaa berpikir bahwa tidak salah kalau kamu mendapatkan banyak penghargaan karena aktingmu. Yang tadi itu benar-benar meyakinkan.”

“Apa maksudmu?”

“Kamu pandai sekali bersandiwara.”

“Tentu saja, itu kan memang pekerjaanku. Aku menjadi yang teratas di negeri ini karena kepandaianku, tidak seperti selingkuhanmu itu yang selalu berada di bawahmu.” Ucap Randy dengan nada congkaknya.

“Apa maksudmu?” kali ini Febby yang tampak bingung dengan apa yang di katakan Randy.

“Brian, kamu sedang makan siang dengan laki-laki sialan itu kan?”

“Aku sudah bilang bukan, kalau itu bukan urusanmu.”

“Dan aku sudah bilang, Jelas itu urusanku.” Jawab Randy dengan suarta yang sedikit meninggi.

“Hei, kamu nggak perlu meledak-ledan dan kekanakan seperti itu.”

“Apa? Aku tidak kekanakan.”

“Aku tidak peduli. Lagian, aku ingatkan sekali lagi kalau kita sudah sepakat untuk tidak mencampuri urusan pribadi masing-masing.”

“Benarkah? Ahaa, baiklah kalau begitu mulai besok aku akan mengajan Marsela berkencan bahakn menginap di rumah kita, aku tak akan peduli lagi denganmu.”

“Oh ya? Bukankah hampir setiap hari kamu selalu mengajaknya kerumah kita? Aku tidak pernah mengganggu bukan?”

“Kamu…” Randy seakan kehilangan kata-katanya untuk membalas perkataan Febby.

“Hei, seluruh orang di negeri inipun tahu skandalmu, itu sudah menjadi rahasia umum.” Ucap Febby yang kemudian mempalingkan wajahnya ke arah jendela, seakan ingin mengakhiri perdebatannya dengan Randy.

Tak lama, ponsel milik Febby berbunyi. Febby melirik si penelepon, ternyata itu Brian. Astaga, Febby bahkan belum sempat memberi kabar pada Brian jika dirinya kini sudah pulang bersama dengan laki-laki sialan di sebelahnya ini. Brian pasti sedang menunggunya dengan kebingungan.

“Halo, Brian.” Febby menjawab telepon tersebut tanpa menghiraukan lelaki yang sudah tegang yang sedang duduk mengemudi di sebelahnya.

“Kamu di mana? Ada masalah?”

“Tidak, maafkan aku, aku sudah di jalan menuju ke rumah sakit.”

“Kenapa mendadak? Ada yang salah?”

“Hanya ada telepon mendadak dari seorang orang tua pasienku.”

“Oh ya? Aku bisa mengantarmu.”

“Terimakasih, tapi aku tidak ingin merepotkanmu.”

“Baiklah, tapi kamu harus menebus kencan kita sing ini.”

“Apa? Kencan?” Febby sedikit terkejut dengan apa yang di ucapkan Brian, hingga ia tak menyadari jika kini Randy sedng memicingkan mata ke arahnya.

“Emm, baiklah, kita akan kencan di lain waktu dan…”

Belum sempat Febby melanjutkan kalimatnya tiba-tiba Randy sudah menginjak rem mobilnya secara mendadak hingga membuat Febby terhantup oleh dashboard mobil Randy.

“Hei, apa yang kamu lakukan?!” tanya Febby sembari mengusap keningnya yang sedikit sakit karena terhantup dashboard mobil Randy.

Bukannya menjawab, dengan santainya Randy malah merebut ponsel milik Febby, mematikannya lalu membuanya begitu saja ke jok belakang mobilnya.

“Heii.. Randy!!!” Teriak Febby sambil sesekali memukuli bahu Randy. Ia benar-benar tak mengerti apa masalah Randy pagi ini. Kenapa lelaki ini menjadi lelaki yang amat sangat mengesalkan untuknya.

Randy sendiri tak terpengaruh, ia malah dengan santainya melanjutkan mengemudi mobilnya dengan memasang wajah tanpa salah. Tak lama, kini giliran ponsel Randy yang berbunyi. Randy melirik ponselnya. Lalu mendapati nama Alvin yang sedang memanggilnya. Ahh sial, kenapa si Alvin menghubunginya pada saat seperti ini? Kenapa bukan Marsela? Randy kemudian sedikit menyunggingkan senyuman miringnya ketika sebuah ide melintas di kepalanya.

Di angkatnya telepon tersebut dengan suara mesranya.

“Halo sayang.”

“Sayang? Lo sinting?” teriak suara di seberang.

“Ah enggak sayang. Maaf kalau aku pulang lebih dulu.” Ucap Randy dengan sedikit melirik ke arah Febby.

“Sial, lo benar-benar kehabisan obat Ran? Jangan main-main, gue bener-bener ada urusan sama lo.” Suara Alvin benar-benar terdengar murka di telinga Randy, tapi Randy tak menghiraukannya. Ia masih saja bersikap mesra layaknya sedang berbicara dengan sang pujaan hatinya.

“Ah ya, nanti kamu bisa memesan sebuah kamar lagi untuk kencan kita selanjutnya, ngomong-ngomong, aku sangat puas dengan kencan kita siang ini.” Ucap randy lagi dengan nada yang benar-benar menggelikan.

Percakapan Randy benar-benar membuat telinga Febby terasa panas. Febby kemudian mengeluarkan ipod dari dalam tasnya, laalu memasang headset ke telinganya dan mendengarkan lagu-lagu di sana. Sungguh, ia tak tahan lagi dengan percakapan-percakapan Randy di dalam telepon yang entah kenapa membuatnya seakan mual. Kenapa? Apa ia cemburu? Yang benar saja.

Sedangkan Randy sendiri tak suka dengan respon cuek yang di tampilkan Febby. Randy lalu menutup telepon Alvin begitu saja, ia menghentikan mobilnya kembali kemudian mencabut headset yang sedang di kenakan Febby.

“Hei, sekartang apa lagi?” tanya Febby yang kini benar-benar sudah kesal dengan apa yang di lakukan Randy.

“Apa kamu tidak lihat kalau aku sedang berbicara, kenapa kamu malah pakai ini?”

“So what? Itu bukan urusanku, lagi pula aku tak ingin mendengarkan perckapan omong kosongmu yang menggelikan itu.”

“Apa?”

“Dengar ya, aku benar-benar tidak peduli dengan apa yang kamu bicarakan maupun apa yang kamu lakukan dengan wanita jalangmu itu. Uruslah urusanmu sendiri, dan jangan pernah mengganggu urusanku, mengerti?”

Randy menatap Febby dengan tatapan tak percayanya. Ia benar-benar tak menyangka jika Febby akan bereaksi seperti ini padanya. Sedangkan Febby sendiri kini sedikit gugup dengan tatapan mata Randy. Ahh laki-laki ini benar-benar mempengaruhinya.

“Apa? Apa ada yang salah dengan ucapan…” belum sempat Febby melanjutkan kalimatnya, tiba-tiba kedua tangan Randy menangkup kedua pipinya, lalu tanpa banyak bicara lagi lelaki itu menyambar bibir ranum milik Febby. Febby membulatkan kedua bola matanya seketika. Ia benar-benar tak menyangka jika Randy akan melakukan hal ini padanya. Mencimunya? Oh yang benar saja.

Dengan sekuat tenaga Febby mendorong-dorong dada Randy, tapi Randy sama sekali tak bergeming. Ia tetap melanjutan lumatannya pada bibir ranum Febby, memaksa lidahnya muntuk masuk ke dalam mulut Febby. Ahh wanita ini harus di beri pelajaran karena kecerewetannya. Pikir Randy saat ini.

Akhirnya Febbypun pasrah dengan ciuman penuh dairah dan seakan menuntut dari Randy. Di bukanya mulutnya sedikit demi sedikit seakan membiarkan Randy memperdalam ciumannya.

Randy merasakan Febby ang sudah menghilangkan perlawanannya. Wanita itu kini bahkan membalas ciumannya. Membiarkan lidahnya bertautan dengan lidah wanita tersebut. Lengan Febby bahkan dengan santainya mengalung pada leher Randy.

Kini, telapak tangan Randy sudah berada pada tengkuk leher febby, menekan di sana seakan tak ingin membiarkan ciuman mereka terputus. Sedangkan sebelah tangan satunya sudah bergerilya pada dada Febby, mengusapnya lembut, menggodanya hingga membuat Febby sedikit mengerang karena ulahnya.

Oh sial!! Kejantanan Randy menegang seketika. Randy benar-benar menginginkan berada di dalam tubuh febby saat ini juga. Tapi kemudian Randy mendengar ponselnya kembali berbunyi.

Keduanya menghentikan ciuman panas tersebut seakan tersadarkan oleh sesuatu. Febby dan randy kemudian saling menjauhkan diri, lalu merapikan penampilan masing-masing.

Sial!! Jika saat ini si Alvin yang kembali meneleponnya, maka Randy akan menyumpahi temannya itu impoten seumur hidup. Benar-benar merusak suasana.

Tapi kemudian Randy mengernyit ketika mendapati nomor rumah keluarganya yang sedang menghubunginya. Ah, ini pasti ibunya. Ada apa lagi??

“Halo, Ma?” Randy mengangkat telepon tersebut sesekali melirik ke arah Febby yang sedang sibuk membenarkan tatanan rambutnya. Ahh benar-benar sial, Febby terlihat nikmat untuk di santap. Pangkal pahanya kembali berdenyut saat membayangkan bayangan erotis bersama dengan Febby.

“Randy, cepat ke sini, ada kak Mira dan Andrew di sini, jangan lupa ajak Febby.”

“Iya, Randy segera ke sana Ma, kebetulan ini sedang bersama Febby di jalan.”

Kemudian telepon di tutup. Randy melirik ke arah Febby yang sudah menundukkan kepalanya dengan wajah yang sedikit terlihat bersemu merah.

“Ibu menyuruh kita ke sana sekarang juga.”

Walau tak ada yang bertanya, Randy berkata seakan memberikan jawaban untuk Febby. Dan Febby hanya bisa diam dan menganggukkan kepalanya. Ahh, entah kenapa suasanya di sekitar mereka terasa sedikit canggung saat ini. Dan kecanggungan tersebut benar-benar membunuh keduanya.

***

“Apa? Menginap?” Febby dan Randy tanpa sadar mengucapkan dua kata tersebut dengan bersamaan karena sama-sama terkejut.

“Iya, mumpung Mira dan suaminya menginap di sini, mama juga ingin kalian menginap di sini supaya besok kita bisa berkumpul bersama seperti keluarga besar.” Nyonya Prasaja mengatakan pendapatnya.

“Tidak bisa Ma, kami tidak bisa menginap di sini, memangnya kami akan tidur di mana?” Randy masih saja menolak, ia tentu tidak ingin sekamar dengan Febby mengingat ciuman panas mereka tadi siang.

“Tentu saja kalian berdua nanti akan tidur di kamarmuy yang dulu, ibu selalu merapikannya meski kamu tidak pernah main ke sini lagi.”

“APA????” lagi-lagi tanpa sadar Febby dan Randy mengucapkan kata tersebut dengan bersamaan. Menginap bersama dan sekamar? Astaga, yang benar saja.

 

-TBC-

cetak miring adalah spoiler Next Chap.. hahhaha semoga ada yang mau nunggu..

10 thoughts on “Sweet in Passion – Chapter 3”

  1. Mom,makin seru nih ceritanya.tp jangan kelamaan ya up nya.kyk gimana nih kalo randy sekamar ama febby?makin penasaran.mom,kok yg love between us,si aira n danny kok lama banget ya updatenya.setiap buka blog,pasti blm ada lanjutannya.mom,the married life (lady killer 2),updatenya jangan lama ya.maaf nih kepanjangan hehehe.makasih mom

    Like

Leave a comment